adsense google

.

Search This Web

pengunjung

Friday, September 30, 2011

Check out METALA (Mahasiswa Ekonomi Pecinta Alam) FE UMS

I want you to take a look at: METALA (Mahasiswa Ekonomi Pecinta Alam) FE UMS 

CARA PACKING CARIER


Sebenernya, itu dua kata yang terpisah, packing dan carrier.Packing = mengemas, sedangkan carrier = pembawa (dalam hal ini adalah tas carrier, ransel yang gedhe itu lo..). Jadi dengan kata laen, carrier packing adalah cara mengemas barang-barang bawaan kita ke dalam tas carrier.Biasanya dilakukan oleh para backpacker.
Packing tuh ada tekniknya, jadi gak sembarangan asal masukin aja. Kalo kita salah (asal-asalan) dalam melakukanpacking maka yang didapat adalah sengsara dalam perjalanan..
Kok bisa gitu..?? bisa aja,... Gini, tujuan utama dari packing sendiri adalah untuk meringankan beban orang tua yang kita bawa saat perjalanan, dan memudahkan kita untuk mengambil barang-barang yang sering terpakai (misal : makanan dan minuman). Untuk lebih jelasnya, baca aja posting berikut ini ....


Kalo kita mau  berpetulang dialam bebas, misalkan hikingcamping, caving,  hackingataupun ke pantai, tentu kita bakal bawa barang-barang yang lumayan banyak kan? apalagi kalo untuk jangka waktu yang cukup lama. Untuk mbawa barang-barang itu, kebanyakan dari kita memilih untuk make' tas carrier  karena ukurannya yang gedhe, jadi semua barang bisa termuat tanpa kita harus ribet njinjing barang yang gak muat masuk tas jika pake' tas kecil.
Cara packing yang benar bisa  membantu mengurangi beban yang kita bawa  jadi gak gampang capek. Trus, gimana sih cara packing yang bear itu? ini dia tekniknya :
  1. Ini yang paling penting, biar beban yang kita bawa gak berat-berat amat. Letakkan barang yang berat di bagian atas, dan bagian yang ringan di bagian bawah. Ini ditujukan agar seluruh beban jatuh di pundak, bukan pinggang atau punggung. Pundak lebih kuat ketimbang pinggang atau punggung. Bagilah beban itu secara merata, jangan menyiksa salah satu bahu dengan berat yang tak seimbang. Untuk tenda, biasanya diletakkan di bagian paling atas, karena memang biasanya paling berat. Letakkan sleeping bag, dan perlengkapan tidur di bagian paling bawah, sebab baru akan digunakan pada malam hari.
  2. Ini juga penting untuk kemudahan mengambil barang yang sering dibutuhkan. Letakkan barang-barang yang nantinya akan paling sering keluar masuk, atau paling dibutuhkan di perjalanan di kantong-kantong luar backpack yang mudah dijangkau.
  3. Kalo bisa, kelompokkan barang menurut fungsinya, lalu letakkan menurut tingkat kebutuhannya. 
  4. Pisahkan barang-barang yang berbau menyengat/bahan kimia dengan bahan makanan/minuman. Misal : minyak kayu putih, parfum, spirtus, parafin, dsb. Kalo kita telodor, bisa aja makanan/ minuman dalam tas kita ketumpahan minyak kayu putih karena narohnya yang sembaragan. Bisa berabe kan?
  5. Manfaatkan ruangan yang ada di dalam ransel seefisien mungkin. Maksudnya, jika kita membawa mug, jangan biarakan ruangan didalamnya kosong. Isil dengan benda-benda kecil yang mungkin masuk, misal : bungkusan berisi gula atau kopi instan.
gini nih gambarnya :

Karakter dari seorang backpacker bisa dilihat dari ransel yang di bawanya. Bagaimana seorang backpacker mengepak barang-barangnya dan memasukkannya ke dalam ransel sehingga bentuk ransel itu rapih dan bagus (enak dipandang lah), maka itu akan mencerminkan kepribadian yang matang dari sang backpacker. Jadi, ransel dengan bentuk kacau, meletot kesana-kemari karena di-pack awut-awutan akan memberikan penilaian ’kurang’ buat pemiliknya. Apalagi bila ransel itu digantungi berbagai macam benda, sementara ransel itu sendiri masih terlihat kempes. Ransel yang digantungi sepatu, peralatan memasak, atau botol air, adalah sebuah pemandangan yang menurut saya sangat menggelikan.

Semoga bermanfaat~

KAMUS KECIL PANJAT TEBING



  1. Karabiner                        : Cincin kait
  2. Screw gate                        : Cincin kait berulir / kunci
  3. Snap gate                         : Cincin kait tak berulir
  4. Descendeur                      : Alat untuk turun tebing berbentuk ANGKA 8
  5. Ascendeur/Jumar            : Alat naik meniti tali
  6. Friends                  : Pengaman sisip pegas
  7. Hexentric (hexa, 6) kini ada yang lebih simetris : Alat pengaman sisip bersudut
  8. Stoppers                : Alat pengaman sisip
  9. Natural ancor                    : Pengaman alam
  10. Knot                                 : Simpul
  11. Hitch                                 : Jerat
  12. Sling                                  : Pita nilon berlingkar besar
  13. Herollop                : Pita nilon lingkar kecil
  14. Kernmantel                      : Tali dengan kontruksi beberapa jalur lurus dengan dibungkus (bernmantel)
  15. Stitch plate                       : Bilah jepit ubtuk pemanjatan
  16. King pin               : Pasak tebing berbentuk pasak
  17. Piton angle                        : Pasak tebing berbentuk lipat
  18. Stirup/ etrier                      : Tali / pita tangga
  19. Flexibel soles                    : Sepatu penjat dengan sol lentur
  20. Hearness               : Sepatu panjat dengan sol keras
  21. Seat hearness       : Sabuk pengaman
  22. Full body hearness          : Sabuk pengaman yang mengikat di pinggang, paha, dada dan pundak
  23. Leader                  : Orang pertama / pembuka jalur dalam pemanjatan
  24. Belayer                 : Penambat
  25. Hanging belay       : Penambatan gantung
  26. Overhang                         : Lintasan gantung
  27. Roof                                  : Lintasan atap
  28. Chalk bag                        : Kantong kapur yang berisi magnesium carbonat
  29. Crack line                          : Jalur celah
  30. Chimney                : Celah lebar ( seperti cerobong)
  31. Hold                                  : Pegangan
  32. Hand hold            : Pegangan besar-
  33. Finger hold                        : Pegangan jari                                                                               
  34. Hand jamming      : Menjepitkan tangan dari siku sampai dengan jari
  35. Foot jamming                    : Menjepitkan kaki
  36. Travesing               : Lintasan pemanjatan menyamping
  37. Bouldering                       : Latihan memanjat dengan ketinggian tidak melebihi 5 meter
  38. Three point contrak        : Teknik memanjat dengan bertumpu pada tiga titik gerakan
  39. Pendulum                          : Gerakan membandul
  40. Cleaning up                       : Penyapuan pengaman yang terpasang pada lintasan
  41. Rappelling                        : Turun tebing mealui tali
  42. Brake bar               : Rem palang untuk turun tebing
  43. Multi rappel                       : Turun tebing melalui beberapa tali
  44. Big wall climbing             : Pemanjatan tebing besar
  45.  
  46. UIAA                                : Union Internasional des Asscocitions d’Alpinism ( badan internasional yang mengurus panjat tebing)
  47. Double fisherman knot     : Simpul nelayan ganda
  48. Bowline                             : Simpul kambing
  49. Double figure eight knot   : Simpul delapan ganda
  50. Italian hitch                                   : Jerat penambat
  51. Clove hitch                                    : Jerat tambat
  52. Prusik                                : Jerat geser
  53. Tape knot                         : Simpul sambung pita
  54. Artificial climbing                       : Pemanjatan dengan menggunakan pengaman untuk menambah ketinggian
  55. Free climbing                   : Pemanjatan yang menggunakan pengaman sebagai pengaman saja
  56. Solo climbing                   : Pemanjatan tanpa pengaman /sendiri
  57. Clean climbing                 : Pemanjatan yang menggunakan pengaman yang tidak merusak tebing
  58. Alpine style                                  : Pemanjatan tanpa tehubung dengan base camp
  59. Siegea / Himalayan taktik           : Pemanjatan yang selalu terhubung dengan base camp/dasar
  60. Pitch                                  : Pemanjatan sepanjang satu tali/satu etape
  61. Crux                                  : Bagian kesulitan pada satu jalur
  62. On Sight                            : Pemanjatan satu kali berhasil pada satu jalur
  63. Grade                                : Tingkat kesulitan dalam suatu pemanjatan 

SERBA SERBI LAWU







Terletak di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur, Lawu memiliki panorama alam yang indah. Banyak wisatawan minat khusus yang mendakinya. Gunung ini pun kerap disambangi para peziarah karena menyimpan obyek-obyek sakral bersejarah.

Di gunung berketinggian 3.265 meter di atas permukaan laut (mdpl) ini memang menyimpan berbagai peninggalan sejarah kerajaan Majapahit seperti, Candi Ceto, Candi Sukuh yang Tempat sakral di sekitar Gunung Lawu terutama petilasan-petilasan Raden Brawijaya seperti Pertapaan Raden Brawijaya, dan Cengkup (rumah kecil yang ditengah-tengahnya terdapat kuburan).

Konon nisan yang ada di Cengkup itu adalah Petilasan Prabu Brawijaya, bekas Raja Majapahit yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Lawu. Cangkup dan tempat pertapaan Raden Brawijaya ini terletak di Hargo Dalem, puncak tertinggi kedua Gunung Lawu merupakan peninggalan Raden Brawijaya selama dalam pelariannya.

Gunung Lawu adalah gunung yang dikeramatkan oleh penduduk sekitar terutama penduduk yang tinggal di kaki gunung. Tidak heran bila pada bulan-bulan tertenu seperti bulan Syuro penanggalan Jawa, gunung ini ramai didatangi oleh para peziarah terutama yang datang dari daerah sekitar kaki Gunung Lawu seperti daerah Tawamangun, Karanganyar, Semarang, Madiun, Nganjuk, dan sebagainya.

Mereka sengaja datang dari jauh dengan maksud terutama meminta keselamatan dan serta kesejahteraan hidup di dunia. Lokasi yang dikunjungi para peziarah terutama tempat yang dianggap keramat seperti petilasan Raden Brawijaya yang dikenal oleh mereka dengan sebutan Sunan Lawu. Selain itu Sendang Derajat, Telaga Kuning, dsb.

Peninggalan-peninggalan besejarah itu menjadi salah satu saksi sejarah bahwa bangsa kita sejak dahulu berbudaya tinggi oleh karenanya patut dilestarikan karena memberi nilai lebih pada gunung ini. Di puncak Gunung Lawu ini, menurut cerita yang berkembang di masyarakat yang tinggal di kaki, bahwa Raden Brawijaya lari ke Gunung lawu untuk menghindari kejaran pasukan Demak yang dipimpin oleh putranya yang bernama Raden Patah, serta dari kejaran pasukan Adipati Cepu yang menaruh dendam lama kepada Raden Brawijaya.

Konon Raden Brawijaya meninggal di puncak Gunung Lawu ini dibuktikan dengan adanya Cengkup serta petilasan-petilasannya di puncak Gunung Hargo Dalem dengan ketinggian 

Menurut kisah, setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit, muncul kerajaan Islam yang berkembang cukup pesat yaitu Kerajaan Demak yang dipimpin oleh seorang raja bernama Raden Patah, masih merupakan putra Raden Brawijaya.

Beliau menjadikan Kerajaan Demak menjadi kerajaan besar di Jawa. Pada saat itu Raden Patah bermaksud mengajak ayahnya yaitu Raden Brawijaya memeluk agama Islam, akan tetapi Raden Brawijaya menolak ajakan anaknya untuk memeluk ajaran yang dianut Raden Patah.

Raden Brawijaya tidak ingin berperang dengan anaknya sendiri dan kemudian Raden Brawijaya melarikan diri. Penolakan ayahnya untuk memeluk agama Islam membuat Raden Brawijaya terus dikejar-kejar oleh pasukan Demak yang dipimpin oleh Raden Patah.

Untuk menghindari kejaran pasukan Demak, Raden Brawijaya melarikan diri ke daerah Karanganyar. Disini Raden Brawijaya sempat mendirikan sebuah candi yang diberi nama Candi Sukuh yang terletak di Dusun Sukuh Desa Berjo Karanganyar. Tetapi belum juga merampungkan candinya, Raden Brawijaya keburu ketahuan oleh pasukan Demak, pasukan Demak dan pengikut-pengikut Raden Patah terus mengejarnya sehingga Raden Brawijaya harus meninggalkan Karanganyar dan meninggalkan sebuah candi yang belum rampung.

Kemudian Raden Brawijaya melarikan diri menuju kearah timur dari Candi Sukuh. Di tempat persembunyiannya, Raden Brawijaya sempat pula mcndirikan sebuah Candi, tetapi sayang tempat persembunyian Raden Brawijaya akhirnya diketahui oleh Pasukan Demak.

Arca Babi di Candi Sukuh

Raden Brawijaya melarikan diri lagi dengan meninggalkan sebuah candi yang sampai sekarang dikenal masyarakat dengan sebutan Candi Ceto. karena merasa dirinya telah aman dari kejaran Pasukan Demak, Raden Brawijaya sejenak beristirahat akan tetapi malapetaka selanjutnya datang lagi kali ini pengejaran bukan dilakukan oleh Pasukan Demak tetapi dilakukan oleh pasukan Cepu yang mendengar bahwa Raden Brawijaya yang merupakan Raja Majapahit bermusuhan dengan kerajaan Cepu masuk wilayahnya sehingga dendam lama pun timbul.

Candi Sukuh

Pasukan Cepu yang dipimpin oleh Adipati Cepu bermaksud menangkap Raden Brawijaya hidup atau mati. Kali ini Raden Brawijaya lari ke arah puncak Gunung Lawu menghindari kejaran Pasukan Cepu tapi tak satu pun dari pasukan Cepu yang berhasil menangkap Raden Brawijava yang lari ke arah puncak Gunung Lawu melalui hutan belantara.

Didalam persembunyian di Puncak Gunung Lawu, Raden Brawijaya merasa kesal dengan ulah Pasukan Cepu lalu ia mengeluarkan sumpatan kepada Adipati Cepu yang konon isinya jika ada orang-orang dari daerah Cepu atau dari keturunan langsung Adipati Cepu naik ke Gunung Lawu, maka nasibnya akan celaka atau mati di Gunung Lawu.

Dan katanya bahwa sumpatan dari Raden Brawijaya ini sampai sekarang tuahnya masih diikuti oleh orang-orang dari daerah Cepu terutama keturunan Adipati Cepu yang ingin mendaki ke Gunung Lawu, mereka masih merasa takut jika melanggarnya.


Sendang Panguripan & Drajat

Tempat yang sering didatangi oleh para peziarah selain tempat yang ada di puncak Hargo Dalem dan Hargo Dumilah adalah Sendang Panguripan dan Sendang Drajat. Konon di Sendang Panguripan memiliki kekuatan supernatural. Di Sendang Panguripan ini sumber airnya sering dimanfaatkan oleh para peziarah untuk mencari kehidupan.

Mereka percaya sumber air yang ada di sana, airnya pernah dimanfaatkan oleh Raden Brawijaya ketika mendaki Gunung Lawu dan sampai sekarang masyarakat percaya bahwa air yang digunakan oleh Raden Brawijaya di Sendang Panguripan sangat berkhasiat. Sama seperti Sendang Panguripan di Sendang Drajat pun airnya sering dimanfaatkan oleh para peziarah. Konon airnya memiliki kekuatan supernatural untuk menyembuhkan berbagai penyakit.

Disamping kaya dengan sejarah dan misteri Kerajaan Majapahit, Gunung Lawu juga kaya akan berbagai obyek wisata alam seperti objek wisata alam Tawangmangu dengan air terjun Grojogan Sewu, Telaga Sarangan dengan keindahan danaunya yang begitu memesona, Candi Ceto dan Candi Sukuh yang merupakan Candi yang dibuat oleh Raden Brawijaya selama dalam pelarian, serta tidak kalah menariknya adalah wisata alam mendaki Gunung Lawu.

Arca candi Sukuh
Berbagai fasilitas menuju Puncak Gunung Lawu tersedia dengan baik. Untuk mendaki Gunung Lawu terdapat beberapa rute Pendakian seperti Cemoro kandang, Cemoro Sewu, Ceto, dan Jogorogo yang memasuki wilayah Ngawi Jawa Timur. Tetapi disarankan untuk melalui jalur Cemoro Kandang. Kalau melalui Cemoro Kandang waktu yang dibutuhkan sekitar 9 sampai 10 jam perjalanan pendakian, dan untuk turun dibutuhkan waktu sekitar 5 sampai 6 jam.

Jika melewati Cemoro Kandang terlebih dahulu kita akan melewati beberapa rute pendakian seperti Pos pendakian Cemoro Kandang, Taman Sari Bawah, Taman Sari Atas, Parang Gupito, Jurang Pangarif-ngarif, Ondorante, Cokro Srengenge yang termasuk Pos IV serta Pos terakhir yaitu Pos V. Di sini terdapat pertigaan, kalau berbelok ke kanan kita akan menuju Puncak Hargo Dumilah yang merupakan puncak tertinggi dengan ketinggian 3.265 meter dpl, dan jika lurus kita akan menuju Puncak Hargo Dalem 3.148 meter dpl.

Dari puncak Gunung Lawu kita akan disuguhi peristiwa alam matahari terbit yang indah. Bila memandang kearah Barat akan tampak terlihat puncak Gunung Merapi, Merbabu.

Umat Hindu Melaksanakan persembahyangan di Candi Ceto

Dan kalau melihat ke arah Timur akan terlihat keindahan Puncak Gunung Kelud, Butak, dan Gunung Wilis yang membentuk lukisan alam menawan. Jika ingin mendaki menuju Puncak Gunung Lawu tidak terlalu ramai sebaiknya pada hari Senin sampai Jumat.

Beberapa jenis burung bisa ditemui di kawasan Gunung Lawu, sepcrti Burung Anis, Perjak, Kaca Mata, dan Burung Kerak. Tumbuhannya antara lain Cemara gunung, Bunga Eidelweiss, Cantigi, pohon karet hutan, Beringin, Rustania, dan Puspa. Bunga Eidelweiss tumbuh subur terutama di lembah dan lereng Gunung Lawu, mulai dari jalur antara Pos IV dan Pos V.

Sampai sekarang ekosistem tumbuhan dan binatang yang hidup di kawasan Gunung Lawu masih terjaga dengan baik karena masyarakat yang tinggal di kaki Gunung merasa takut jika hutannya dirusak, maka penguasa Lawu yakni Sunan Lawu yang tak lain adalah Sang Prabu Brawijaya, akan marah besar. Warga yang berdiam di sekitar Gunung Lawu dominan pelakon utuh ajaran Kejawen .

Mereka amat menyucikan candi di kawasan berketinggian 1.400 meter dari atas permukaan laut ini. Tidak sembarang warga diizinkan masuk, lebih-lebih yang sedang datang bulan. Masyarakat tak hendak mengabaikan peringatan yang ada. Jika dilanggar, tentu akan ada akibat kurang baik bisa dialami.


Perjalanan Akhir Prabu Brawijaya V
( Pindahnya Keraton Majapahit Ke Gunung Lawu )

Perbedaan pendapat antara Raja Brawijaya V dengan anaknya Raden Patah menjadikan sebuah kegelisahan tersendiri. Ketika perbedaan itu diperuncing, sebuah tantangan bagi seorang ayah untuk menyelesaikan dengan arif dan bijak. Bagaimana Prabu Brawijaya V, menyelesaikan konflik tersebut ?.

Mendengar penuturan utusan-utusannya bahwa Raden Patah tidak mau menghadap ( marak sowan ) ke keraton Majapahit, Sang Prabu memerintahkan menyiapkan kapal untuk ke Demak. Semua bhayangkara, senopati, empu dan brahmana serta prameswari ikut dalam rombongan perjalanan.

Dalam perjalanan kemanapun dampar atau singgasana yang berupa " watu gilang ( batu )" selalu dibawa, karena merupakan simbol kedudukan sebagai seorang ratu. Puluhan kapal besar berangkat menyusuri sungai brantas menuju laut jawa dan kearah barat. Di haluan setiap kapal terpasang replika " Rajamala " dengan mata yang tajam.

Masuk ke Demak dengan menyusuri sungai Demak, Sang Prabu mengutus utusan memanggil Raden Patah. Tetapi Raden Patah tidak mau menemui ayahnya yang berada diatas kapal di tepi sungai. Sang Prabu segera memerintahkan meneruskan perjalanan, guna mencari tempat untuk persinggahan. Sampailah Rombongan di desa Dukuh Banyubiru Salatiga. Para pengikut raja membangun singgasana diatas sebuah bukit kecil, sekarang disebut candi Dukuh.

Di lokasi ini, seluruh senopati menyarankan untuk membawa paksa Raden Patah menghadap Sang Prabu. Para brahmana dan empu menyarankan agar Sang Prabu bersikap arif dan bijak, karena Raden Patah adalah anak kandungnya sendiri. Dialog yang panjang dilakukan guna mencari sebuah solusi yang tepat.

Sang Prabu melakukan ritual spiritual bersama para brahmana, guna mencari akar persoalan ( susuh angin ). Maka didapat kesimpulan bahwa ada kesalahan Sang Prabu di hadapan Sang Pencipta. Berbulan-bulan lamanya Sang Prabu melakukan refleksi diri, seluruh putra-putri dan menantunya dipanggil untuk menghadap ke banyubiru keraton dikosongkan
.
Refleksi diri adalah wahana menanam pohon kejernihan pikir yang berbunga arif dan berbuah bijaksana. Lahirlah sebuah keputusan, bahwa Sang Prabu tidak merasa pantas mengenakan mahkota dan kemegahan busana. Mahkota adalah simbol manusia berbudaya, kemegahan busana adalah simbol kemegahan raga sebagai seorang pemimpin. Hal tersebut disebabkan oleh sebuah pernyataan " jika sebagai bapak dan pemimpin harus berhadapan dan berperang dengan anak kandungnya sendiri.

Maka seorang bapak bukanlah manusia yang berbudaya ". Sang Prabu memerintahkan seluruh pengikut setianya untuk berganti busana dengan lurik, dan mahkota nya dengan ikat kepala. Adipati terdekat adalah Pengging yang dijabat oleh menantu tertuanya, diperintahkan memintal benang " lawe " ( bermakna laku gawe ) menjadi bahan lurik.

Sebagai ikat kepala berwarna biru tua dengan pinggirnya bermotif " modang " ( bermakna ngemut kadang ). Seluruh putra-putrinya diperintahkan berganti gelar dan nama. Maka bergantilah nama mereka menjadi seperti, Ki Ageng Pengging, Ki Ageng Getas, Ki Ageng Batoro Katong, Ki Ageng Bagus dll.

Penggantian tersebut bertujuan melakukan perjalanan ( laku gawe ) mengoptimalkan pola pikir yang seimbang dan jernih, dengan sebutan " ki " ( singkatan dari kihembu ). Sang Prabu berganti gelar dan nama menjadi Ki Ageng Kaca Negara.

Nama tersebut mengisyaratkan pada refleksi diri, negara diartikan sebagai diri pribadi. Keraton Majapahit telah berpindah ke Banyubiru. Buah maja yang pahit harus dimakan untuk memperbaiki sebuah tatanan kehidupan. Ditempat ini pulalah dialog antara Prabu Brawijaya V/ Pamungkas dengan ' Sabdo Palon ' dan ' Naya Genggong ' yang ada di dalam dirinya.

Selama tiga tahun Ki Ageng Pengging membangun papan untuk mertuanya, setelah selesai keraton berpindah dari Banyubiru ke Pengging. Pengging berkembang dengan pesat. Sang Prabu memerintahkan seluruh prajuritnya ke wilayah gunung kidul, hingga sekarang banyak anak-turun prajurit majapahit tinggal disana. Harta karun berupa bebatuan tak ternilai harganya ada disana. Di Pengging banyak peninggalan artefak-artefak dan candi-candi kecil majapahit. Tersebar di tengah pasar, ditengah rumah


Benteng Pertahanan Brawijaya V

Bisa jadi tak banyak yang tahu bahwa kemajuan peradaban Majapahit juga meninggalkan sisa di Jember, tepatnya di Dusun Beteng, Desa Sidomekar, Kecamatan Semboro, Jember. Seperti apa jejak sejarah kerajaan yang disebut-sebut pernah menyatukan Nusantara itu.

DI sebuah pelataran luas itu, dua pohon beringin besar seolah tertancap kokoh. Di bawahnya, fondasi dengan batu bata besar membujur ke segala arah. Di ujung pelataran tersebut, terlihat sebuah rumah sederhana. Di bagian dinding rumah itu masih tegak berdiri batu bata dengan ukuran sangat besar. Siapa pun tentu mafhum bahwa pelataran itu merupakan komplek peninggalan sejarah
.
“Daerah ini disebut Beteng. Dan, dari sini nama Dusun Beteng, Desa Sidomekar, Kecamatan Semboro, berasal. kondisinya saat ini tidak menggambarkan sebuah bangunan benteng pertahanan. Di areal itu hanya terdapat pohon-pohon besar dari sebuah rumah yang ditempati seorang lelaki tua .

Menurut sang juru kunci, daerah itu disebut dengan Beteng. “Ini sisa kejayaan Kerajaan Majapahit. Beteng dalam bahasa Jawa atau benteng dalam bahasa Indonesia ini dibangun oleh Raja Kertabumi atau terkenal dengan sebutan Brawijaya V Konon kala itu Majapahit diserang oleh kerajaan Demak. Penyerangan itu dipimpin Raden Patah yang juga masih anak turun Raden Brawijaya V.

Setelah kerajaan Majapahit berhasil dikalahkan, Raja Brawijaya dan seluruh pasukannya lari ke Tengger. Raden patah belum puas dan nekat mengejar Brawijaya sampai ke Tengger. Terus terdesak, Brawijaya lari ke arah timur dan akhirnya masuk ke Jember dan menemukan daerah lapang di daerah ini.

Kemudian dia mendirikan benteng pertahanan. elama di tempat tersebut yang tidak lain adalah asal muasal Dusun Beteng, Brawijaya membangun peradababan baru.

Dia juga menciptakan sebuah kota yang akhirnya diberi nama Kedawung, yang sekarang menjadi nama sebuah dusun di sebelah utara Dusun Beteng. “Lokasinya tak jauh dari beteng ini. Dan dulunya berfungsi sebagai pasar. Keberadaan benteng ini kian ramai hingga terdengar oleh pasukan Raden Patah. Pengejaran dilakukan. Namun Brawijaya terus berlari hingga masuk ke Blambangan, Banyuwangi. “Seluruh peralatan dan beberapa benda pusaka pun ditinggal di sini. Termasuk bendera merah putih dan bangunan beteng ini.

Akibat kalah perang, lokasi ini ditinggal begitu saja. Banyak barang-barang warisan sejarah yang ditinggalkan rombongan Brawijaya V. “Saya berhasil mengamankan barang yang ada. Namun semua berbentuk batu yang gunanya untuk peralatan membuat ramuan jamu. Di tempat itu terdapat banyak peralatan dari batu. S

eperti lumpang (alat penumbuk), batu pipisan, gerusan, bengkok (alat pembuat jamu, ) dan serpihan keramik. “Sebetulnya banyak peninggalan. Sisa benteng pertahanan itu, sempat tidak terurus. Setelah itu, benteng kembali ditemukan pada 1908 seorang warga Pagerwojo . Kedatangannya ke lokasi itu sebetulnya bukan untuk mencari situs sejarah Majapahit. Namun nyantrik (berguru, ) ke Markonah, warga Semboro. “Saat itu Markonah tengah menikahkan anaknya. Dan Mat Salam di suruh mencari kayu bakar.

Karena di dalam hutan tidak ada kayu yang kering, Mat Salam pun mencari lebih jauh lagi. Sampai kemudian dia menemukan hamparan lahan seluas 2 hektare. Dan di tengah hamparan itu ada sebuah gundukan tanah setinggi 2,5 meter yang tidak lain adalah sisa benteng pertahanan tersebut.

Kemudian di dalam gundukan itu terdapat bangunan yang temboknya memiliki tebal 20 cm. Bahan yang digunakan sebagai tembok dari batu bata dengan ukuran 30-55 cm. “Dan batu bata itu masih banyak yang utuh. Lihat di dinding rumah itu,” katanya sambil menunjuk bukti batu bata sisa situs Majapahit.

Mat Salam pun akhirnya menjadikan tempat itu sebagai lokasi peristirahatan. Dan, masih cerita Ngadulgani, dia sering menjumpai peristiwa aneh di luar akal manusia. Kemudian setahun kemudian Mat Salam menjadikan lokasi itu sebagi tempat ritual larung sukerto (penyucian benda pusaka di situs Majapahit, Red). Seiring dengan perkembangan, lokasi itu dibersihkan. Dan sangat jelas bahwa lokasi itu merupakan benteng pertahanan. “Dahulu ada tembok keliling,” katanya.

Dari tempat itu, banyak ditemukan benda-benda bersejarah warisan dari Majapahit. Seperti tombak yang berdiri dengan sudut 45 derajat kemudian keris lekuk sembilan ditemukan Mat Salam pada 1958, batu lempeng yang ditemukan berjarak 500 meter dari lokasi pada 1961. Selain itu, lumpang ukuran besar ditemukan 150 meter dari pusat situs pada 1991, 1992, dan 1994. Dan, pada 1995 ditemukan batu akik warna merah. Selain itu beberapa kotak, uang logam mata uang China. Bahkan dari informasi di lokasi tersebut masih tersimpan beberapa senjata pusaka.

Di antaranya pedang Kongkam Pamor Kencono yang menjadi senjata Brawijaya V, bendera Merah Putih sebagai simbol kejayaan Majapahit, mahkota raja, Bokor Kencono, dan beberapa peti senjata. Itu terlihat ada kesamaan dari peningggalan yang ada di Trowulan, Mojokerto.

Selain itu dari bentuk prakiraan bangunan, semua mirip dengan arsitek khas Majapahit. Di dalam beteng itu, terdapat tempat pemujaan, podium, gapura, dan kebun kelapa. Dan ciri yang tidak bisa hilang adalah kelapa bercabang dua dan tiga. “Jika dijumlah, hasilnya lima dan itu merupakan Bhineka Tunggal Ika yang disimbolkan dengan Pancasila. Ini sudah ada sejak zaman Majapahit. Meski hanya sebatas pelataran, namun sampai saat ini daerah tersebut masih banyak dikunjungi orang.

Penemuan benda peninggalan purbakala di Dusun Jegles, Desa Wonojoyo, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri menggemparkan warga sekitar. Pasalnya, warga meyakini benda tersebut merupakan Lingga Yoni peninggalan Kerajaan Majapahit dan merupakan lambang kesuburan. enda bersejarah tersebut berbentuk batu yang menyerupai lesung dengan lubang di tengahnya.

Tak jauh dari benda tersebut, juga ditemukan sebuah alat penumbuk yang telah terpecah. edua benda itu ditemukan warga desa setempat saat melakukan penggalian tanah sebagai bahan baku pembuatan batu bata. Bukan hanya lesung dengan alat tumbuk yang ditemukan, namun sebuah benda menyerupai tempayan tumpuk yang ditemukan tak jauh dari lokasi penemuan pertama. Namun sayang, benda menyerupai tempayan tumpuk tersebut sudah dalam kondisi pecah sehingga sulit untuk dikenali.

Thursday, September 29, 2011

Daftar Taman Nasional Di Indonesia.



Taman Nasional (National Park) merupakan kawasan yang dilindungi oleh pemerintah dari perkembangan manusia dan polusi. Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Taman Nasional didefinisikan sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi alam.
Taman Nasional juga dilindungi oleh World Conservation Union Kategori II (IUCN;International Union for Conservation of Nature and Natural Resources). Di Indonesia terdapat 50 Taman Nasional. Bahkan 5 diantaranya dinyatakan sebagai Situs Warisan Dunia (World Heritage Sites) yaitu Taman Nasional Komodo, TN. Ujung Kulon, TN. Lorentz, TN. Gunung Leuser, TN. Kerinci Seblat, dan TN Bukit Barisan Selatan.

Daftar Taman Nasional di Indonesia berikut disajikan dengan format; “Nama Taman Nasional”; “Provinsi (Kabupaten)”; “Luas”; “Dasar hukum atau SK. penunjukkan sebagai Taman nasional”. Berikut Daftar nama Taman Nasional (National Park) di Indonesia:

Taman Nasional Indonesia di Sumatera
  1. TN. Batang Gadis; Sumatera Utara (Mandailing Natal), 108.000,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 1266/Menhut-II/2004, 29 April 2004
  2. TN. Berbak; Jambi (Tanjung Jabung), 162.700,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 285/Kpts-II/1992, 26 Februari 1992.
  3. TN. Bukit Barisan Selatan; Bengkulu dan Lampung, (Bengkulu Selatan dan Lampung Utara), 365.000,00 ha. Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor : 736/Mentan/X/82, 14 Oktober 1982.
  4. TN. Bukit Dua Belas; Jambi, (Sarolangun Bangko, Batanghari, Bungo Tebo), 60.500,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 258/Kpts-II/2000, 23 Agustus 2000.
  5. TN. Bukit Tiga Puluh; Riau dan Jambi; (Bungo Tebo, Indragiri Hulu, dan Indragiri Hilir), 144.223,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 6407/Kpts-II/2002, 21 Juni 2002.
  6. TN. Gunung Leuser; Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara, (Aceh Tenggara, Aceh Selatan, Aceh Timur, Langkat), 1.094.692,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 276/Kpts-VI/1997, 23 Mei 1997
  7. TN. Kerinci Seblat; Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Bengkulu, (Bengkulu Utara, Rejang Lebong, Kerinci, Muara Bungo, Sarolangun Bangko, Pesisir Selatan, Musi Rawas), 1.375.349,87 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor : 901/Kpts-II/1999, 14 Oktober 1999. Perluasan taman nasional dengan tambahan kawasan 14.160,00 ha sesuai Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 420/Kpts-II/2004, 19 Oktober 2004 – jadi total luas 1.389.509,87 ha
  8. TN. Sembilang; Sumatera Selatan, (Musi Banyuasin), 202.896,32 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 95/Kpts-II/2003, 19 Maret 2003.
  9. TN. Siberut; Sumatera Barat, (Padang Pariaman), 190.500,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 407/Kpts-VI/1993, 8 Oktober 1993.
  10. TN. Tesso Nilo; Riau, (Pelawan, Indragiri Hulu), 38.576,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 255/Kpts-II/2004, 19 Juli 2004.
  11. TN. Way Kambas; Lampung, (Lampung Tengah), 125.621,30 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor : 670/Kpts-II/1999, 26 Agustus 1999.
Taman Nasional Indonesia di Jawa
  1. TN. Alas Purwo; Jawa Timur, (Banyuwangi), 43.420,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 190/Kpts-II/1993, 26 Februari 1993.
    Taman Nasional Gunung Bromo Tengger Semeru
  2. TN. Baluran; Jawa Timur, (Panarukan), 25.000,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 279/ Menhut-VI/1997, 23 Mei 1997.
  3. TN. Bromo Tengger Semeru; Jawa Timur, (Pasuruan, Probolinggo), 50.276,50 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 278/Menhut-VI/1997, 23 Mei 1997
  4. TN. Gunung Ciremai; Jawa Barat, (Kuningan, Majalengka), 15.500,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 424/Menhut-II/2004, 19 Oktober 2004.
  5. TN. Gunung Gede Pangrango; Jawa Barat, (Bogor, Sukabumi, Cianjur), 21.975,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 174/Kpts-II/2003, 10 Juli 2003.
  6. TN. Gunung Halimun – Salak; Jawa Barat, Banten, (Bogor, Sukabumi, Lebak),113.357,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 285/Kpts-II/1992, 26 Februari 1992.
  7. TN. Gunung Merapi; DI Yogyakarta, Jawa Tengah, (Sleman, Magelang, Boyolali, Klaten), 6.410,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 134/Menhut-II/2004, 4 Mei 2004.
  8. TN. Gunung Merbabu; Jawa Tengah, (Magelang, Semarang, Boyolali), 5.725,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 135/Menhut-II/2004, 4 Mei 2004.
  9. TN. Kepulauan Karimunjawa; Jawa Tengah, (Jepara), 111.625,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor : 78/Kpts-II/1999, 22 Februari 1999.
  10. TN(L). Kepulauan Seribu; DKI Jakarta, (Pulau Seribu), 107.489,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 6310/Kpts-II/2002, 13 Juli 2002.
  11. TN. Meru Betiri; Jawa Timur, (Jember), 58.000,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 277/Menhut-VI/1997, 23 Mei 1997.
  12. TN. Ujung Kulon; Banten, (Pandeglang), 123.156,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor : 758/Kpts-II/1999, 23 September 1999.
Taman Nasional Indonesia di Bali dan Nusa Tenggara
  1. TN. Bali Barat; Bali, (Jembrana, Buleleng), 19.002,89 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 493/Kpts-II/1995, 15 September 1995.
  2. TN. Gunung Rinjani; Nusa Tenggara Barat, (Lombok Barat, Lombok Timur, Lombok Tengah), 41.330,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 280/Kpts-VI/1997, 3 Juni 1997.
  3. TN. Kelimutu; Nusa Tenggara Timur, (Ende), 5.356,50 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 679/Kpts-II/1997, 10 Oktober 1997.
  4. TN. Komodo; Nusa Tenggara Timur, (Manggarai), 173.700,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 306/Kpts-II/1992, 29 Februari 1992.
  5. TN. Laiwangi – Wanggameti; Nusa Tenggara Timur, (Sumba Timur), 47.014,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 576/Kpts-II/1998, 13 Agustus 1998.
  6. TN. Manupeu – Tanah Daru; Nusa Tenggara Timur, (Sumba Barat), 87.984,09 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 576/Kpts-II/1998, 3 Agustus 1998.
Taman Nasional Indonesia di Kalimantan
  1. TN. Betung Kerihun; Kalimantan Barat, (Kapuas Hulu), 800.000,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 510/Kpts-II/1999, 30 Juni 1999.
  2. TN. Bukit Baka- Bukit Raya; Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, (Sintang, Kasongan), 181.090,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 281/Kpts-II/1992, 26 Februari 1992.
  3. TN. Danau Sentarum; Kalimantan Barat, (Kapuas Hulu), 132.000,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 34/Kpts-II/1999, 4 Februari 1999.
  4. TN. Gunung Palung; Kalimantan Barat, (Ketapang), 90.000,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 448/Menhut-VI/1990, 3 Juni 1990.
  5. TN. Kayan Mentarang; Kalimantan Timur, (Bulungan), 1.360.500,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 831/Kpts-II/1996, 7 Oktober 1996.
  6. TN. Kutai; Kalimantan Timur, (Kutai), 198.629,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 325/ Kpts-II/1995, 29 Juni 1995.
  7. TN. Sebangau; Kalimantan Tengah, (Katingan, Pulang Pisau, Kota Palangka Raya), 568.700,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 423/Menhut-II/2004, 10 Oktober 2004
  8. TN. Tanjung Putting; Kalimantan Tengah, (Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur), 415.040,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 687/Kpts-II/1996, 25 Oktober 1996.
Taman Nasional Indonesia di Sulawesi
  1. TN(L). Bunaken; Sulawesi Utara, (Minahasa), 89.065,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 730/Kpts-II/1991, 15 Oktober 1991.
    Taman Nasional Bunaken
  2. TN. Bantimurung Bulusarawung; Sulawesi Selatan, (Maros, Bulukumba), 43.750,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 398/Menhut-II/2004, 18 Oktober 2004.
  3. TN. Bogani Nani Wartabone; Sulawesi Utara, Gorontalo, (Bolaang Mangondow, Gorontalo), 287.115,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 1127/Kpts-II/1992, 19 Desember 1992.
  4. TN. Kep. Togean; Sulawesi Tengah, (Tojo Una-una), 362.605,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 418/Menhut-II/2004, 19 Oktober 2004.
  5. TN(L). Kepulauan Wakatobi; Sulawesi Tengara, (Buton), 1.390.000,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 765/Kpts-II/2002, 19 Agustus 2002.
  6. TN. Lore Lindu; Sulawesi Tengah, (Donggala, Poso), 217.991,98 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 646/Kpts-II/1999, 23 Juni 1999
  7. TN. Rawa Aopa Watumohai; Sulawesi Tenggara, (Kendari, Kolaka), 105.194,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 756/Kpts-II/1990, 17 Desember 1990.
  8. TN(L). Taka Bonerate; Sulawesi Selatan, (Selayar), 530.765,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 92/Kpts-II/2001, 26 Februari 2001
Taman Nasional Indonesia di Maluku dan Papua
  1. TN. Aketajawe – Lolobata; Maluku, (Halmahera Tengah, Kota Tidore Kepulauan, Halmahera Timur), 167.300,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 397/Menhut-II/2004, 18 Oktober 2004.
    Taman Nasional Lorentz
  2. TN. Lorentz; Papua Barat, Papua, (Fakfak, Merauke), 2.450.000,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 154/Kpts-II/1997, 19 Maret 1997.
  3. TN. Manusela; Maluku, (Maluku Tengah), 189.000,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 291/Kpts-II/1997, 23 Mei 1997.
  4. TN. Teluk Cenderawasih; Papua Barat, Papua, (Yapen, Waropen, Manokwari), 1.453.500,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 8009/Kpts-II/2002, 29 Agustus 2002.
  5. TN. Wasur; Papua, (Merauke), 413.810,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 282/Kpts-VI/1997, 23 Mei 1997.
Semoga Taman Nasional dalam daftar ini akan selalu lestari dan mampu menjadi garda terakhir dalam upaya pelestarian pelestarian alam yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi alam termasuk oleh anak cucu kita, kelak.
Referensi:
  • www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/tn_index.htm;
  • commons.wikimedia.org/wiki/Category:National_parks (gambar)